Adalah suatu keniscayaan alamiyah bahwa setiap orang ingin mendapatkan pengakuan yang dapat mengantarkannya kepada kedudukan tinggi pada strata masyarakat. Dan salah satu upaya untuk mencapainya adalah menempuh jenjang pendidikan. Sering kali, kita mengangap bahwa pendidikan sekolah yang tertuntut dengan segala macam peraturan yang tidak lain merupakan budaya transisi Kolonial Belanda dan Eropa adalah sistem pendidikan yang terbaik dan dapat mengantarkan anak didik menuju prestasi yang gemilang. Menganggap bahwa tidak ada jalan lain untuk mendapatkan kesuksesan di masyarakat kecuali dengan proses pendidikan. Namun, harus disadari bahwa pendidikan pada dasarnya adalah sebuah proses transformasi pengetahuan menuju ke arah perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan semua potensi manusia. Oleh karena itu, pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu ia tidak dibatasi oleh tebalnya tembok sekolah dan juga sempitnya waktu belajar di kelas. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat dan bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja manusia mau dan mampu melakukan proses pendidikan.
Dalam Islam tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah membentuk insan kamil, yakni manusia paripurna yang memiliki kecerdasan inteletual dan spiritual sekaligus. Tujuan seperti ini tidak mungkin bisa terwujud tanpa adanya proses pendidikan yang baik. Oleh karena itu, para pakar pendidikan Islam kemudian mencoba merumuskan dan merancang bangunan pemikiran kependidikan, Islam yang diharapkan mampu menciptakan manusia-manusia paripurna yang akan mengemban tugas menyejahterakan dan memakmurkan kehidupan di muka bumi ini. Sebagaimana yang tertulis dalam Al-Qur’an apa Surah Ali Imran ayat 110. berikut terjemahan dari teks ajaran suci itu :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Pemahaman tentang konsep atau teori pendidikan Islam dan aplikasinya dalam proses pendidikan yang dijalankan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara integratif akan memberikan hasil yang maksimal dan dapat menjadi acuan utama dalam pengambilan keputusan kependidikan ke depan. Selain itu, pemahaman pengertian pendidikan Islam dan tujuannya, serta pendidik, peserta didik dan alat pendidikan harus dikembangkan dengan maksimal agar menjadi lebih fungsional, progresif dan faktual. Selama ini, pengertian, tujuan, bahkan evaluasi pendidikan hampir selalu dibatasi oleh tembok sekolah (formal), tanpa diusahakan untuk dibuka lebar sehingga pendidikan dapat berlangsung dimana pun dan di tempat-tempat nonformal lainnya.
Konsep tentang pendidikan Islam itu sendiri sangat luas jangkauannya karena menyangkut berbagai bidang yang berkaitan dengannya, mulai dari pengertian dasar, tujuan, pendidik, subjek didik, alat-alat, kurikulum, pendekatan dan metode, lingkungan sampai pada lembaga pendidikan. Semuanya haaru dikondisilan dengan baik. Masjid, misalnya, dapat difungsikan untuk kepentingan pendidikan yang terprogram sekaligus melengkapi serta menjadi alternatif dari pendidikan yang ada selama ini. Pengajuan alternatif ini, didasarkan pada realita bahwa pendidikan saat ini telah terlepas sangat jauh dari masjid yang telah menjadi nilai moral dan spiritual peserta didik, tersingkirkan oleh budaya negatif dari barat. Namun, sebagian besar masyarakat telah lupa akan sistem pendidikan masjid yang dikembangkan oleh Rasulullah saat penyebaran awal Islam sekitar pada awal abad 6 M. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Ahli Shuffah. Pada organisasi pendidikan dan kederisasi seperti ini lebih memberikan titik tekan pada fungsi edukasi masjid sebagai pusat pendidikan dan pemberdayaan. Bukan hanya sebagai tempat suci yang digunakan untuk shalat dan mengaji. Dengan kata lain, masjid disini diartikan sebagai tempat yang Multifuction.
Masjid merupakan lembaga pedidikan luar sekolah yang merupakan institusi utama dan terpenting dalam mendidik dan membina umat. Masjid merupakan tempat yang disucikan dan didatangi oleh orang tua (keluarga), pendidik, peserta didik (sekolah), dan warga sekitar (masyarakat). Pertemuan mereka di tempat suci merupakan bagian dari proses edukatif yang bermanfaat bagi semua peserta didik ke depan. Jika masjid didesain dengan baik maka ia akan bisa membantu proses pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat sehingga proses pendidikan akan menjadi efektif dan efisien.
Pemanfaatan masjid ini, juga sebagai upaya menolak pembangunan masjid yang hanya sebagai formalitas dan terkadang hanya sebagai pelengkap dan aksesoris umat Islam. Realitanya, makin banyaknya masjid yang dibanguntidak menjamin banyaknya shaf-shaf jama’ah. Namun, saat ini timbullah kecendrungan umat untuk berupaya mengembalikan aktivitas masyarakat di masjid. Sikap optimis seperti ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Pertama, masjid adalah tempat yang netral dari kepentingan politik, golongan atau ormas tertentu. Semua orang berkumpul tanpa adanya perbedaan status, pangkat, harta, dan lain sebagainya. Hal ini memudahkan transformasi pendidikan yang memiliki satu tujuan yang sama, yaitu menuju insan kamil yang dapat bermanfaat bagi masyarakat dan lingungan sekitarnya. Tidak ada kecanggungan untuk saling bertukar ilmu dan pengalaman, tidak ada jarak yang membatasi setiap orang untuk saling menasehati dan bercengkrama, karena di tempat inilah setiap orang hanya mengenal persamaan di bawah naungan Izzil Islam wal Muslimien.
Kedua, tradisi masjid adalah keterbukaan manajemen. Manajemen yang ada diterapkan di masjid memiliki sifat keterbukaan. Kita sering mengenal istilah REMAS (Remaja Masjid). Manajemen yang diterapkan di masjid sangat terbuka bagi masyarakat sekitar, bahkan dengan adanya REMAS, berarti memberikan kesempatan pada para pemuda untuk mengembangkan kemampuan manajemen mereka. Organisasi pemuda seperti inii jugan dapat digunakan sebagai lembaga kaderisasi pemuda dimana mereka berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin danterkendali, dalam memanfaatkan sumber daya organisasi (uang, material, mesin, metode, lingkungan, sarana-parasarana, data, dll) secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kerjasama dimaksud adalah kerjasama yang terarah pada pencapaian tujuan. Kerjasama yang terarah tersebut dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antar setiap individu atau kelompok. Pola interaksi tersebut diselaraskan dengan berbagai aturan, norma, keyakinan, nilai-nilai tertentu sebagaimana ditetapkan oleh para pendiri organisasi itu. Dengan demikian, masjid bisa digunakan untuk membina kesatuan masyarakat sekitar. Hal ini sangat efektif dalam membina kerja sama sosial dalam suatu lingkungan dan secara otomatis pendidikan yang tercipta dalam lingkungan tersebut akan berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Ketiga, pergantian kepengurusan masjid dilakukan secara transparan, sehingga terdapat keterbukaan kepada umat dan dapat dipertanggungjawabkan. Manajemen seperti ini akan memudahkan pengontrolan terhadap kinerja dan tingkat kapabilitas masjid dari waktu ke waktu. Disamping bahwa manajemen merupakan suatu proses sosial untuk menjamin kerjasama, partisipasi dalam keterlibatan sejumlah orang dalam mencapai sasaran dan tujuan tertentu yang ditetapkan secara efektif (Abbasi, 2005 : 19).
Keempat, orang terikat hatinya dengan Allah SWT. Sehingga segala aktivitas dan gerak geriknya hanya merupakan pengabdian kepada-Nya untuk mendapatkan ridlo semata. Sebagaimana hadist nabi SAW. dengan terjemahan :
7 orang yang akan dinaungi oleh Allah dibawah naungan-Nya di hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang hati bergantung dengan masjid, seseorang yang tumbuh untuk beribadah kepada Allah SWT., dua orang yang saling mencintai bertemu dan berpisah karena Allah, seseorang yang apabila dipanggil seorang wanita berkedudukan dan jelita, kemudian ia berkata, “Sesungguhnya kau takut kepada Allah”, dan seseorang yang air matanya berlinangan karena mengingat Allah (Muttafaqquh ‘Alaih)
Dengan demikian, dapat diambil suatu alternatif sederhana dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan negeri ini tanpa memilah pendidikan tugas Tri Pusat Pendidikan sekaligus mengutkan kapabilitas Spiritual Quotion mereka. Yaitu dengan revitalisasi fungsi masjid selain sebagai tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai pusat kaderisasi pemuda dan pendidikan. Semoga dapat menyumbang guna perbaikan kualitas pendidikan yang ada di negri ini. Wallahu a’lam bish-showab…
(* Ditulis oleh: Arina Kamiliya