Engkau tak perlu tahu, bahan dasar dari Beranda sederhana ini adalah cinta yang sedang menyala... Duduklah dengan tenang, sampai terasa nyaman, kami hampar alasnya dengan segenap ketulusan. Rasakan sejuknya, kami mengolahnya lengkap dengan kerinduan panjang yang tak sempat terkatakan.. Segala daya telah diupayakan, dan engkau tak perlu tahu, bahwa kami siapkan semua ini di atas altar kemesraan untuk kita... Semoga. Silahkan.. Salam Ukhuwah untuk semua, penuh takdhim, ^_^

DINASTI UMAWIYAH ANDALUSIA *)

Perkembangan dan Sumbangannya dalam bidang Ilmu Pengetahuan
Agama dan Sains

Pendahuluan

“Mereka yang tidak memahami sejarah, akan dikibuli oleh dongeng.” Demikian kata Sanihu Munir. Ungkapan singkat, tetapi padat dan sarat makna. Begitulah. Sejarah memang sangat penting, tanpa terkecuali sejarah kebudayaan Islam, sebagai kaca perbandingan pada masa sekarang dan selanjutnya, atau minimal sebagai khazanah pengetahuan yang akan menambah wawasan kita.

Secara garis besar, sejarah perkembangan dan pertumbuhan dunia Islam dapat kita bagi pada tiga periode, Pertama: Periode Abad Klasik (650-1250 M), Kedua: Periode Abad Pertengahan (1250-1800), Ketiga: Periode Abad Modern (1800-sekarang).

Pada kesempatan ini kita akan membahas tentang sejarah kebudayaan Islam pada Periode Abad Klasik-Abad Pertengahan, yang lebih spesifik lagi seputar Dinasti Umawiyah di Andalusia, tentunya, terkait perkembangan Islam, ilmu pengetahuan dan sains, bukan masalah peradaban lain, seperti pembangunan fisik dan lain sebgainya, kecuali sebagian kecil, guna melengkapi, atau sekedar penguat saja.

Berbicara tentang Andalusia, terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nushair.

“Gibraltar” atau “Jabal al-Thariq” merupakan bukti sejarah akan kesuksean ekspedisi di Andalusia pada waktu itu (711 M). Penaklukan yang dilakukan oleh umat Islam pada permulaan abad ke VIII membuka lembaran baru bagi kejayaan peradaban di sana.

Perkembangan Islam di Andalusia

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Andalusia hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad, yang dapat dibagi menjadi enam periode.

Namun, dalam pemerintahan dinasti Umawiyah, secara garis besar dibagi menjadi dua masa, pertama: Andalusia berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah Dinasti Umawiyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Andalusia belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Kedua: pemerintahan dinasti Umawiyah di Andalusia sebagai kekhalifahan tersendiri yang beribu kota di Kordova. Pada masa ini mula-mula Andalusia berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam, yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad, kemudian berubah pemerintahan yang dipegang oleh seorang penguasa yang bergelar khalifah. Sistem kekhalifahan ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya "raja- raja kelompok" yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif.

Sejarah mengakui bahwa sewaktu Andalusia ditaklukan, tingkat peradabannya begitu rendah dan keadaan pada umumnya sangat menyedihkan. Maka, tidak heran apabila saat itu umat Islam lebih banyak mengajar daripada belajar. Hingga pada suatu masa, di mana Andalusia berada di bawah kekuasaan Dinasti Umawiyah, mencapai puncak kejayaan pada masa Abdurrahman III (912-961) dan Al-Hakam II (961-976) yang memproklamirkan diri sebagai khalifah. Namun, keagungan periode ini terletak dalam bidang keilmuan, bukan politik. Secara lebih detail, Philip K. Hitti menggambarkan Al-Hakam II:

“....adalah seorang sarjana dan pendukung ilmu pengetahuan. Ia mamberikan banyak hadiah kepada para sarjana, dan mendirikan 27 sekolah gratis di ibukota. Di bawah kekuasaanya, Universitas Kordova – didirikan di masjid utama oleh Abdurrahman III – berkembang dan meraih keunggulan di antara lembaga-lembaga pendidikan di dunia. Ia mendahului al-Azhar di Kairo dan Nidhamiyah di Baghdad, juga menarik minat para siswa, Kristen dan Muslim, tidak hanya dari Andalusia, tapi juga dari wilayah-wilayah lain di Eropa, Afrika dan Asia....
Selain Universitas, ibukota juga memiliki sebuah perpustakaan paling besar. Al-Hakam adalah seorang pecinta buku. Para pegawainya menjelajahi semua toko buku di Iskandariyah, Damaskus dan Baghdad, untuk membeli atau menyalin berbagai naskah....”

Jadi, bukan hanya usaha perluasan wilayah saja yang dilakukan, melainkan juga
pengembangan seni, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat terlaksana karena adanya kerja sama dengan negeri-negeri tetangga, termasuk dinasti Abbasiyah yang semula menjadi musuh mereka. Letak Andalusia
yang berada di benua Eropa memungkinkan berkembangnya ilmu pengetahuan ke
berbagai wilayah Eropa. Intinya, melalui dunia Islam-lah mereka mendapat akses untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan modern.

Sebelum Islam datang, menurut Gustav Le Bon, Eropa berada dalam kondisi kegelapan, tak satupun bidang ilmu yang maju bahkan lebih percaya pada takhayul. Menurut George Barton, ketika dunia Barat sudah cukup masak untuk merasakan perlunya ilmu pengetahuan yang lebih dalam, perhatiannya pertama-tama tidak ditujukan kepada sumber-sumber Yunani, melainkan kepada sumber-sumber Arab. Oliver Leaman menggambarkan kondisi kehidupan intelektual di sana sebagai berikut:

“….pada masa peradaban agung [wujud] di Andalus, siapapun di Eropa yang ingin mengetahui sesuatu yang ilmiyah ia harus pergi ke Andalus. Di waktu itu banyak sekali problem dalam literatur Latin yang masih belum terselesaikan, dan jika seseorang pergi ke Andalus maka sekembalinya dari sana ia tiba-tiba mampu menyelesaikan masalah-masalah itu. Jadi Islam di Andalusia mempunyai reputasi selama ratusan tahun dan menduduki puncak tertinggi dalam pengetahuan filsafat, sainss, tehnik dan matematika. Ia mirip seperti posisi Amerika saat ini, dimana beberapa universitas penting berada”.

Pengakuan serupa juga disampaikan oleh William Drapper:

“Pada zaman itu Ibu Kota pemerintahan Islam di Kordova merupakan kota paling beradab di Eropa, 113.000 buah rumah, 21 kota satelit, 70 perpustakaan dan toko-toko buku, masjid-masjid dan istana yang banyak. Kordova menjadi mashur di seluruh dunia, dimana jalan yang panjangnya bermil-mil dan telah dikeraskan diterangi dengan lampu-lampu dari rumah-rumah di tepinya. Sementara kondisi di London 7 abad sesudah itu (yakni abad 15 M), satu lampu umumpun tidak ada. Di Paris berabad-abad sesudah zaman Kordova, orang yang melangkahi ambang pintunya pada saat hujan, melangkah sampai mata kakinya ke dalam lumpur”.

Awal dari kehancuran dinasti Umawiyah di Andalusia adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun. Pada masa itu kekuasaan aktual berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M, Khalifah menunjuk Ibn Abi Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya. Atas keberhasilan-keberhasilannya, ia mendapat gelar al-Manshur Billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualitas bagi jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, negara yang tadinya makmur dilanda kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah mengundurkan diri.

Beberapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya pada tahun 1013 M, Dewan Menteri yang memerintah Kordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika itu, Andalusia sudah terpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu.

Kemajuan Dunia Pengetahuan Agama, Intelektual dan Sains

Pendidikan di Andalusia meluas, sampai ke berbagai pelosok. Sehingga tidak heran apabila sebagian besar umat Islam bisa membaca dan menulis. Kemampuan baca tulis Al-Quran, serta tata bahasa dan puisi arab merupakan pendidikan dasar, sebagaimana negara Islam lainnya. Sedangkan pendidikan yang lebih tinggi difokuskan pada tafsir Al-Quran, teologi, filsafat, tata bahasa Arab, leksikografi, sejarah dan geografi. Beberapa kota penting, seperti Sevilla, Malaga, Granada dan Kordova memiliki universitas. Bahkan, Universitas Kordova memiliki beberapa jurusan, seperti astronomi, matematika dan kedokteran, sebagai tambahan untuk jurusan teologi dan hukum.

Masing-masing universitas, memiliki perpustakaan yang berdampingan dengan gedung universitas tersebut, tanpa terkecuali universitas yang di Kordova, yang pembangunannya dipeloori oleh Muhammad I (852-886) kemudian diperluas oleh Abdurrahman III, lalu menjadi perpustakaan terbesar dan terbaik ketika Al-Hakam II menyumbangkan koleksi pribadinya, bahkan pada masa ini, beberapa orang, termasuk beberapa wanita, mempunyai koleksi buku pribadi. Selain itu, Andalusia merupakan negeri yang subur, mendatangkan pengahsilan ekonomi yang tinggi, yang pada gilirannya banyak melahirkan para intelek dan cendekiawan besar.

Masyarakat Andalusia adalah masyarakat majemuk, yang terdiri dari berbagai komunitas: Arab (Utara dan Selatan), Al-Muwalladun (Orang-orang Andalusia yang masuk Islam), Barbar (umat Islam yang berasal dari Afrika Utara), Ash-Shaqalibah (penduduk daerah antara Kostantinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman, yang kemudian dijual kepada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb, yang berbudaya Arab dan Kristen yang masih menentang Islam.

Semua ini menjadi bagian dari beberapa faktor utama kemajuan dunia pengetahuan agama, intelektual, sains dan berbagai kebudayaan penting lainnya. Banyak prestasi yang berhasil mereka torehkan dalam pentas sejarah dunia, bahkan pengaruhnya membawa Eropa, dan kemudian dunia, pada kemajuan yang lebih kompleks.

Berikut ini beberapa contoh kemajuan Andalusia dalam dunia intelektual dan sains, yang masih terekam kuat dalam sejarah:

Fikih

Dalam bidang fikih, muslim Andalusia dikenal penganut madzhab Maliki, diperkenalkan oleh Ziyad bin Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya oleh Yahya bin Yahya (w. 849), seorang qhadli pada masa Hisyam bin Abdurrahman, dari suku Mashmudah, murid dari Imam Malik bin Anas di Baghdad (Ini penulis temukan dalam buku, HISYORY OF THE ARABS. Padahal, harusnya Imam Malik ini di Madinah. sebgaimana disebutkan oleh beberapa literatur yang lain). Madzhab Malik begitu tertanam kuat di kawasan ini, sehingga orang-orang di sana terbiasa mengatakan: “Kami tidak mengenal karya lain, kecuali Kitab Allah dan Muwaththa’ Malik.”

Selain dua tokoh di atas, yang juga dikenal sebagai tokoh fikih ada Ibnu Rusyd (1126-1198) dengan karyanya, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Muqtashid, Abu Bakar bin Al-Quthiyah, Munzir bin Sa'id Al-Baluthi Ibnu Hazm (994-1064), dan lain-lain.

Filsafat dan Tasawuf

Konon, keagungan pengabdian Islam di Andalusia terletak pada filsafatnya. Islam di Andalusia telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-XII.

Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Andalusia adalah Abu Bakar Muhammad bin Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah (Avenpace, Avempace). Dilahirkan di Saragossa, ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fezzan tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi dan Ibn Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid (Rezim yang sendirian). Dia adalah seorang filosuf, dokter dan mahir dalam bidang seni musik, sekaligus komentator tentang pemikiran Aristoteles, dan sudah menulis beraneka karya dalam bidang-bidang tersebut. Menurutnya, seseorang yang melatih nalarnya secara sempurna, akan sampai pada kebenaran, walau pun tanpa bimbingan wahyu atau perantara lainnya.

Tokoh utama kedua adalah Abu Bakar bin Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay bin Yaqdhan (Yang hidup, anak kesadaran). Sama dengan Ibnu Bajjah, menurutnya, manusia dengan kapasitas yang dimilikinya, tanpa bantuan sedikitpun dari luar, tetap akan mampu mencapai pengetahuan tentang dunia yang lebih tinggi, dan secara bertahap akan menemukan ketergantungannya dengan Realitas Puncak. Cerita ini merupakan cerita paling asli dan menghibur pada abad pertengahan, pertama kali diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Edward Pococke (1671), lalu ke dalam sebagian besar bahasa Eropa, termasuk Belanda (1672), Rusia (1920) dan Andalusia (1934).

Bagian akhir abad ke-XII menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd (Averroes) dari Kordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fikih dengan karyanya Bidayah Al-Mujtahid. Pada Tahun 1169-1171 ia menjabat sebagai qadli (hakim agung) di Sevilla, dan dua tahun berikutnya di Kordova. Karya filsafatnya yang paling penting, di samping komentar-komentarnya terhadap pemikiran Aristoteles adalah Tahafut at-Tahafut, sebagai bantahan terhadap serangan Al-Ghazali atas rasionalisme dalam karyanya, Tahafut Al-Falasifah (Kakacauan Filsafat).

Dalam dunia kedokteran, sumbangan yang paling penting adalah karya ensikplodia, yang berjudul Al-Kulliyat fith-Thibb (Generalitas dalam kedokteran). Di dalamnya dia menyatakan bahwa orang yang telah terkena cacar air tidak akan terkena untuk kedua kalinya, dia juga menjelaskan tentang fungsi retina.

Yang terakhir, dan tidak kalah pentingnya adalah Muhyiddin Ibnul Araby (1165-1240), seorang filosuf, sufi spekulatif terbesar dalam sejarah tasawuf, berpengaruh dalam dunia muslim dengan perantara filsafatnya yang berbau mistik, syekh tariqat mistik. Di kalngan sufi dikenal sebagai Syaikhul Akbar,atau sang guru besar. Di antara karyanya yang sangat berpengaruh adalah, Al-Futuhat Al-Makkiyah, Fushul Al-Hikam,dan Al-Isra’ ila Maqam Al-Asra.

Sejarah dan Geografi

Salah seorang sejarawan Andalusia yang paling awal dan paling kondang adalah Abu Bakar bin Umar, yang biasa dikenal dengan sebutan Ibnul Quthiyah (w. 997). Karyanya yang berjudul Tarikh Iftitah Al-Andalus, mengulas sejarah Andalusia mulai dari penaklukan umat Islam sampai pada bagian awal kepemimpinan Abdurrahman III.

Sejarawan lain yang sezaman adalah Marwan Hayyan bin Khalaf (987-1076) dari Kordova. Dia berhasil menulis lebih dari lima puluh judul, satu di antaranya Al-Matin, terdiri dari enam puluh jilid. Sayangnya, cuma ada satu buah karya yang berhasil diselamatkan, yaitu, Al-Muqtabis fi Tarikh Rijal Al-Andalus. Bangsa Andalusia juga melahirkan beberapa penulis biografi, antara lain: Ibnul Faradli (lahir 962) di Andalusia, dengan karyanya, Tarikh Ulama Al-Andalus, Ibnu Basykuwal (1101-1183) dengan karyanya, Ash-Shilah, lahir dan wafat di Kordova, Ibnul Abbar (1199-1260) dengan karyanya, Takmilah li Kitab Ash-Shilah, dari Valencia, Ibnu Yahya (w. 1203), menulis Bughyah Al-Multamis fi Tarikh Rijal Al-Andalus, hidup di kota Mursia.

Selain itu, dalam sejarah ilmu pengetahun kita mendapati buah karya Abul Qasim Sa’id bin Ahmad Al-Andalusi (1029-1070), yang berjudul Thabaqat Al-Umam. Selanjutnya, kita juga mengenal Ibnul Khatib (1313-1374), dengan karya pentingnya tentang sejarah Granada; dan Ibnu Khaldun 1332-1406) dengan Muqaddimahnya, yang pada gilirannya merupakan letak ketenarannya. Dia adalah penemu cabang ilmu sosiologi. Bahkan, tidak ada penulis Arab atau pun Eropa yang pernah meletakkan sudut pandang sejarah yang lebih konprehensif dan filosofis, dan merupakan filosof sejarah terbesar yang pernah dilahirkan Islam sepanjang waktu.

Sedangkan ahli geografi terbaik dan kondang dari abad ke-XI adalah Al-Bakari (w. 1094), seorang Arab Andalusia, hidup dan wafat di Kordova dan karyanya dapat bertahan hinnga kini, dengan judul Al-Masalik wal Mamalik. Pada abad ke-XII, bahkan sepanjang abad Pertengahan adalah Al-Idrisi, seorang turunan bangsawan Arab Andalusia yang mendapatkan pendidikan di Andalusia. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia dan Ibn Batuthah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina.


Astronomi

Ahli astronomi Andalusia-Arab yang paling awal adalah Abul Qasim Al-Majrit (w. 1007) dari Kordova, Az Zarqali (1029-1087) dari Toledo, dan Ibnu Aflah (w. Antara 1140-1150) dari Sevilla. Sedangkan tokoh terpenting di antara astronom terakhir dari Andalusia adalah Al-Bitruji (Alfetragius, w. -+ 1204). Mereka mendukung sistem astronomi Aristoteles, dan menyerang sistem Ptolemius tentang pergerakan benda-benda angkasa. Baru kemudian pada akhir abad ke-XII, banyak muncul buku terjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin, terkait karya Aristoteles dalam bidang astronomi, fisika dan meteorologi, juga geografi.

Kajian tentang astronomi mencapai puncak kejayaan setelah Abad ke-X dan berkembang pesat berkat bantuan khusus dari penguasa Kordova, Sevilla, dan Toledo. Karya utama muslim dalam bidang astronomi diterjemahkan dari bahasa Andalusia pada bahasa Latin. Jadi, skema astronomi Alfonso yang disusun di bawah perintah Alfonso X pada Abad ke-XIII hanyalah pengembangan dari astronomi Arab.

Mayoritas ahli astronomi di Andalusia, seperti halnya Abu Ma’syar dari Baghdad, mempercayai pengaruh bintang sebagai sebab terjadinya berbagai peristiwa penting antara kelahiran dan kematian manusia di dunia. Ilmu tentang pengaruh bintang-bintang ini disebut astrologi. Ini membantu manusia untuk menentukan lokasi berbagai tempat di seluruh dunia, garis lintang dan bujurnya. Dengan demikian, berarti astrologi memberikan sumbangan besar pada kajian astronomi. Namun walaupun begitu, sistem pengembangan astronomi yang dilakukan oleh para ahli astronomi Arab Andalusia masih bersandar pada karya-karya astronomi dan astrologi yang dihasilkan oleh muslim dari Timur.

Selain yang sudah disebutkan, ada Abbas bin Famas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi, orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Begitu pula, Ibrahim bin Yahya An-Naqqash, juga terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.

Pengetahuan Alam dan Kedokteran

Dalam bidang pengetahuan alam yang terkait dengan ilmu botani murni dan terapan juga kedokteran, jasa-jasa Umat Islam Andalusia tidak kalah menarik perhatian. Layaknya dalam bidang astronomi dan matematika, mereka memperkaya dunia dengan berbagai penelitian.

Menurut Dr. Amir Hasan As-Siddiqi, dalam bidan botani murni dan terapan, umat Islam Andalusia bisa mengungguli pesainsgnya, muslim timur. Lebih lanjut dia menjelaskan:

“...Mereka mengumpulkan tanaman-tanaman di Andalusia dan Afrika utara, dan memberinya nama-nama Arab, Latin dan Bar-bar secara layak, mengelompokkan dan mengadakan pengamatan yang teliti.... Dalam karyanya yang menonjol dalam bidang pertanianm berjudul, Al-Filahah, Abu Zakariya sibuk dengan 585 tumbuh-tumbuhan dan menerangkan pemeliharaan lebih dari 50 pohon buah-buahan. Seorang muslim ahli botani dan obat-obatan terbesar ialah Ibnu Baytar (w. 1248), yang mempunyai berjilid-jilid Al-Jami’fi Al-Adwiyat Al-Muadah, mengenai obat-obatan yang diperkirakan sebagai karya luar biasa semenjak masa Dioscorides sampai abad ke-XVI. Karya itu menjelaskan1400 ramuan obat-obatan, termasuk 200 tanaman-tanaman baru yang belum dikenal sebelumnya.....
Di antara para dokter yang profesional, maka Abul Qasm Az-Zahrawi (w. 1013) dan Ibnu Zuhr (w.1162)-lah yang paling besar. Az-Zahrawi , terkenal di Eropa dengan nama Abulacasis, adalah seorang dokter yang menggunakan pengaruhya kuat-kuat untuk meletakkan dasar daripada kedokteran modern...
Ibnu Zuhr adalah seorang dokter pengobatan, dan dikenal oleh Kristen Latin dengan nama Avenzoar. Dia adalah kawan sebaya Ibnu Rusyd, yang menganggapnya sebagai seorang dokter terbesar semenjak Galen. Dia telah menulis enam buah kitab mengenai obat-obatan, therapeutik dan diet, yang mana tiga buahnya masih dapat bertahan. Dia adalah orang pertama yang membicarakan nyeri-nyeri pada tulang-tulang; keluarganya juga dikatakan dapat mempersembahkan enam angkatan dokter kenamaan.”


Penutup

Pertengahan abad IX peradaban Islam telah meliputi seluruh Andalusia. Masuknya Islam ke Andalusia, yaitu setelah Abdur Rahman ad-Dakhil (756 M) berhasil membangun pemerintahan yang berpusat di Andalusia. Tentunya, kemajuan tersebut tidak terlepas dari berbagai faktor pendukung, antara lain oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith dan Abdurrahman an-Nashir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah, dan yang terpenting di antara penguasa dinasti Umawiyah di Andalusia dalam hal ini adalah Muhammad ibn Abdurrahman (852-886M) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976M). Juga adanya sikap toleransi beragama yang ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga komunitas-komunitas itu dapat bekerjasama dan menyumbangkan kelebihannya masing masing.

Sejak abad ke-XI dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam. Di satu sisi, perpecahan politik juga terjadi pada masa Muluk ath-Thawa'if dan sesudahnya, tetapi, tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Andalusia Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Kordova. Kalau sebelumnya Kordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Andalusia, Muluk ath-Thawa'if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju.

Tetapi, sebagaimana dinasti-dinasti lain yang pernah berjaya, selalu ada masa pasang-surutnya. Beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran Umat Islam di Andalusia di antaranya konflik Islam dengan Kristen, tidak adanya ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan, dan keterpencilan.

Namun, walau demikian, sejarah mengakui bahwa melalui Andalusia, Sicilia dan Perancis Selatan yang berada langsung di bawah pemerintahan Islam, peradaban Islam memasuki Eropa. Bahasa Arab menjadi bahasa internasional yang digunakan berbagai suku bangsa di berbagai negeri di dunia. Baghdad di Timur dan Kordova di Barat, dua kota raksasa Islam menerangi dunia dengan cahaya gilang-gemilang. Sekitar tahun 830 M, Alfonsi-Raja Asturia telah mendatangkan dua sarjana Islam untuk mendidik ahli warisnya. Sekolah Tinggi Kedokteran yang didirikan di Perancis (di Montpellier) dibina oleh beberapa orang Mahaguru dari Andalusia. Keunggulan ilmiah kaum muslimin tersebar jauh memasuki Eropa dan menarik kaum intelektual dan bangsawan Barat ke negeri-negeri pusatnya.

Kenyataan tersebut tidak mengherankan, karena pada saat kekhilafahan Islam berkuasa saat itu Andalusia menjadi pusat pembelajaran (centre of learning) bagi masyarakat Eropa dengan adanya Universitas Kordova. Di Andalusia itulah mereka banyak menimba ilmu, dan dari negeri tersebut muncul nama-nama ulama besar kenamaan. Hal tersebut telah mengilhami penulis-penulis Barat untuk melakukan hal yang sama.

Di Andalusia (Andalusia bagian Selatan), berbagai universitasnya pada saat itu dipenuhi oleh banyak mahasiswa Katolik dari Perancis, Inggeris, Jerman dan Italia. Pada masa itu, para pemuda Kristen dari berbagai negara di Eropa dikirim berbondong-bondong ke sejumlah perguruan tinggi di Andalusia guna menimba ilmu pengetahuan dan teknologi dari para ilmuwan muslim. Sebagian dari mereka adalah Gerard dari Cremona; Campanus dari Navarra; Aberald dari Bath; Albert dan Daniel dari Morley yang telah menimba ilmu demikian banyak dari para ilmuwan muslim, untuk kemudian pulang dan menggunakannya secara efektif bagi penelitian dan pengembangan di masing-masing bangsanya. Dari sini kemudian sebuah revolusi pemikiran dan kebudayaan telah pecah dan menyebarluas ke seluruh masyarakat dan seluruh benua. Para pemuda Kristen yang sebelumnya telah banyak belajar dari para ilmuwan muslim, telah berhasil melakukan sebuah transformasi nilai-nilai yang unggul dari peradaban Islam yang kemudian diimplementasikan pada peradaban mereka (Barat) yang selanjutnya berimplikasi terhadap kemajuan diberbagai bidang ilmu pengetahuan.

Dari pusat-pusat peradaban Islam yang meliputi Baghdad, Damaskus, Kordova, Sevilla, Granada dan Istanbul, telah memancarkan sinar gemerlap yang menerangi seluruh penjuru dunia. Terlebih Kordova, Sevilla, Granada yang merupakan bagian dari kekuasaan Islam di Andalusia telah banyak memberikan kontribusi besar terhadap tumbuh dan berkembangnya peradaban modern di dunia Barat.

Walaupun Islam pada akhirnya terusir dari negeri Andalusia dengan cara yang sangat kejam, tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa: kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik (renaissance) pada abad ke-XIV yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-XVI, rasionalisme pada abad ke-XVII, dan pencerahan (aufklaerung) pada abad ke-XVIII.

(* Ditulis oleh Miski M.


Referensi:
Asmuni, Yusron. 1996. Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran. Jakkarta: RajaGrafindo Persada.
Dahlan, Abd. Rahman.. 2010. Ushul Fikih. Jakarta: Amzah.
Hitti, K. Phillip. 2010. History of The Arabs (Edisi Indonesia, R. Cecep Luklman d kk.), Jakarta: PT. SERAMBI ILMU SEMESTA.
Januardi, Budi Suherdiman. http://www.dudung.net/artikel-islami/jejak-kegemilangan-umat-islam-dalam-pentas-sejarah-dunia.html. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2011, pada pukul 16:03 WIB.
Sby, Sariono. http://referensiagama.blogspot.com. Diakses pada tanggal 02 Oktober 2011, pada pukul 16:03 WIB.
Siddiqi, Amir Hasan . 1987. Studies in Islamic History (Edisi Indonesia, H. M. J. Irawan). Bandung: Al-Ma’arif.
ZAHARI, http://zanikhan.multiply.com/journal/item/1630 Diakses pada tanggal 02 Oktober 2011, pada pukul 16:03 WIB.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo.

Cinta Maya *)

Fenomena maraknya penyediaan situs jejaring sosial di internet dengan berbagai fitur tambahan yang cukup menarik, seperti “chatiing” dan lain sebagainya (baca: facebook, yahoo messenger, twitter, dll.) memang perlu diakui banyak membantu mempermudah beberapa urusan kita; mulai dari bertemu kembali teman lama yang selama ini entah kemana, sampai pada berjumpa dengan teman baru, dan lain sebagainya.

Masuk pada wilayah ini, kita tidak usah lagi repot-repot memikirkan jarak yang jauh, waktu yang berbeda dan seterusnya… Karena semua itu tidak jadi penghambat untuk selalu berhubungan. Sekalipun lawan bicara kita berda di belahan bumi selatan, dan kita di belahan bumi utara komunikasi tetap lancar, bahkan ‘seperti’ secara langsung bertatap muka. Begitu juga, seandainya kita berada di belahan bumi barat dan kita berada di belahan bumi timur tidak jadi faktor penghambat untuk saling berbagi kisah, curhat, dan lain-lain.

Ajang Tebar Pesona?

“g’ tw gw, mw kmn lo?, atut, askum, waskum,…,” ini adalah beberapa contoh kata dan kalimat yang pertama kali saya mengenalnya dari dunia maya (baca: cahtting). Singkat, padat, tapi cukup mewakili isi hati untuk disampaikan agar dipahami orang lain. Dan di dunia maya ini pula baru saya tahu bahwa ada seseorang yang –menurut pengakuannya punya nikname lebih dari seratus. Luar biasa dan mengherankan menurut saya ketika itu. Begitulah kenyataanya. Sama nyatanya dengan adanya nikname yang lumayan membuat saya geli, dan terkadang menjengkelkan; sebut saja nikname: juzt_hujan, siapa_aQ35, diam_sajalah, dan sejenisnya.

Selanjutnya, kenyataan ini mungkin bagi kita wajar-wajar saja. Tidak ada masalah sedikit pun. Tidak melanggar HAM. Tapi bagaimana pun, kita sama sekali tidak bisa memungkiri kenyataan lain bahwa apa yang tidak pernah kita anggap masalah, ternyata sudah banyak “menelan korban.” Dalam artian, ternyata beberapa situs jejaring dengan berbagai pelayanan menariknya tersebut seringkali dijadikan ajang tebar pesona diri (lebih khusunya pada lawan jenis). Banyak dari para user dan chatter yang dengan sengaja menyembunyikan identitas diri yang sebenarnya. Bahkan tidak jarang mereka malah mengobral murah kata cinta, rindu, puisi romantis, juga ungkapan lain yang sejatinya tak pernah ada. Tentunya untuk mendapatkan mangsa, alih-alih orang yang selama ini memang yang jadi incaran

Ironisnya, tidak sedikit yang terkena jerat. Banyak hati yang ternoda karenanya. Harapan muncul pada sesuatu yang sejatinya belum pasti. Banyak mimpi-mimpi indah lahir semata karena rayuan gombal belaka.

Siapa yang salah dalam kasus ini? Menyalahkan barangkali bukan pilihan paling tepat. Menyalahkan saja tidak cukup merubah keadaan. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita lebih baik, dan mempersembahkan yang terbaik buat diri sendiri dan semuanya. Apalagi dengan banyaknya “korban” di antara kita, dan parahnya lagi, ternyata kita juga pelakunya.

Untuk Saya, Anda, Dia, dan Semuanya

Tulisan sederhana ini tidak dimaksudkan menyama-ratakan setiap user dan chatter. Tidak jarang juga mereka yang punya niat mulia, dan berangkat dari ketulusan; misalnya, tujuan dakwah, belajar agama dan lain sebagainya. Saya tidak pernah beranggapan bahwa dunia maya hanya dipenuhi kebohongan, kepalsuan dan jauh dari nilai-nilai kesejatian, seperti yang dituduhkan banyak orang (?)

Perlu diakui, bahwa kehadiran cinta ‘seringkali’ tidak pernah kita duga. Di mana pun dan kapan pun ia bisa hadir tanpa kita rencanakan sebelumnya, termasuk di dunia maya. Hanya saja, barangkali (kalau tidak mau dikatakan seratus persen iya) sangat tidak bijak, jika dunia maya jadi “pilhan” mencari ketulusan dan kesucian. Sangat tidak dewasa jika kita terlalu larut dalam dunia yang tak nyata. Sangat disayangkan jika kita mencari kesejatian cinta di dunia yang seringkali dikaitkan dengan ketidak pastian ini. Walaupun tidak menutup kemungkinan kita akan mendapatinya di sana.

Selain itu, bisa saja barang yang menurut kita adalah mutiara, namun sebenarnya ia tidak lebih dari beling yang pada gilirannya malah akan membuat kita terluka. Bukan tidak mungkin, barang yang kita kagumi saat ini sejatinya adalah racun dengan merk madu yang nantinya hanya akan membuat kita binasa dan, bukan hal mustahil, jika ternyata mimpi yang selama ini menghiasi kita pada dasarnya tidak lebih dari sekedar tipuan belaka.

Barangkali masih manusiawi bila mata kita ‘biru’ oleh barang “mewah,” “necis,” dan “wah!”. Tapi bagaimanapun kita harus tetap waspada dan pilah-pilih, sebab –meminjam istilah yang dipakai oleh KH. Zainuddin MZ., “Penmapilan tidak selamanya mencerminkan keaslian.” Apalagi jika “cinta” dan semua rasa itu memang berangkat dari pamrih, ketampanan atau kecantikan, karena ia akan hilang seiring berjalannya waktu. Tidak akan bertahan lama.

Jadi, pada dasarnya hanya ada dua pilihan dalam hidup ini: baik dan buruk. Benar dan salah. Terserah kita mau pilih yang mana. Yang jelas tiap pilihan pasti dengan konskuensinya masing-masing. Tidak ada yang salah dengan perasaan di hati, baik dalam kehidupan nyata, mapun daalam dunia maya, selama kita menempatkannya secara benar dan sesuai aturan. Karenanya, saat kita harus mencintai, tentnunya harus dengan cara yang benar, begitu pula saat harus menerima juga tidak boleh dengan gegabah. Musti dengan berbagai pertimbangan yang tidak merugikan.

(* Ditulis oleh: Miski M.

Cinta dan Pengorbanan *)

Mereka adalah Ibrahim dan Ismail

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”(QS. Asshaffat: 102 )

Sekelumit kisah dan diskusi pendek seorang ayah dengan anak semata wayangnya yang di abadikan dalam al-Quran. Sebuah perbincangan yang mengharukan dari seorang bapak kepada anaknya. Singkat, tapi kita bisa merasakan betapa semuanya memang lahir dari ketulusan.

Allah SWT. memberikan karunia-Nya kepada Ibrahim yaitu dengan lahirnya Ismail dari rahim istrinya, Hajar. Ibrahim gembira, bahagia dan dengan begitu, berarti mimpi indah itu kini benar-benar jadi kenyataan, permohonannya dikabulkan dan yang selama ini diharapkan ternyata tidak sia-sia.

Ismail tumbuh sebagai anak yang cakap, cerdas, patuh dan saleh juga segudang kelebihan lain yang tak dimiliki anak sebayanya. Tapi siapa sangka setelah dia mencapai usia yang sangat menyenangkan, Allah SWT. Justeru memerintahkan Ibrahim menyembelihnya, Ismail, seorang anak yang sekian lama ia dambakan.

Sejenak, mari kita renungkan, “Bagaimana andai kita berada di pihak Ibrahim kala itu?”. Siapkah kita mengerjakan perintah-Nya? Relakah kita kehilangan orang yang kita cinta tanpa alasan yang jelas? Belum tentu. Itulah jawaban yang sangat mungkin (kalau tidak mau dikatakan seratus persen tidak). Apalagi jika melihat realita kehidupan kita sehari-hari. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita lebih terpesona oleh gemerlap dunia bahkan tidak jarang menganggap cinta adalah segalanya.

Lain halnya dengan Ibrahim. Tak pernah terlintas dalam benaknya untuk menyoal dan mempermasalahkan keputusan Tuhan. Tak pernah dia bertanya: “Tuhan, mengapa Engkau memerintahkan demikian? Bukan-kah Engkau tahu bahwa Ismail adalah tambatan hatiku?”. Malah dengan sangat bijak, demokratis, lembut dan penuh kasih dia ceritakan perihal wahyu tersebut pada Ismail: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu?!"

Dengan tidak kalah mengejutkan, tanpa ragu-ragu Ismail menjawab:” "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” Selanjutnya, “ Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman". Demikian al-Qur’an berkisah tentang cinta dan pengorbanan mereka, yang pada gilirannya kita dapat mengenal istilah “berkurban” dalam Islam dan tentunya hal itu juga bisa kita jadikan upaya mengenang peristiwa besar tersebut.

Belajar Cinta

Dalam sejarah kehidupan, cinta bukanlah hal baru tapi uniknya, ia tak pernah basi dibicarakan. Sejak zaman manusia mengenal kehidupan, sampai sekarang, bahkan sampai kiamat sekalipun cinta akan selalu menarik dibahas. Cinta adalah pembunuh, cinta adalah penderitaan, cinta adalah buta, cinta adalah… adalah… dan seterusnya… demikian manusia mendefinisikan dan mempersepsikan cinta semata-mata menurut yang mereka rasa, pengalaman pribadi maupun orang lain. Namun tak ada satupun definisi atau persepsi tentang cinta yang cukup mampu menyingkap kesejatian dan menjelaskan maknanya yang terdalam.

Nah, Islam hadir di tengah-tengah umat manusia dengan segala petunjuknya dalam setiap aspek kehidupan kita. Cinta sekalipun tak luput dari perhatiannya. Bahkan Islam menempatkan cinta sebagai anugerah agung dan di antara pemberian terindah untuk umat manusia. Secara tegas menjadikan cinta sebagai salah satu barometer kesempurnaan iman seorang muslim; sebagaimana disebutkan dalam hadits:" tidak beriman salah seorang dari kalian sebelum ia mencintai saudaranya sebagaiman ia mencintai dirinya sendiri (HR. Bukhari no. 13, Muslim no. 45).

Jadi, Islam tak pernah melarang siapapun untuk saling mencintai. Tidak ada yang salah dengan perasan ini. Tentunya selama tidak keluar dari aturan yang sudah digariskan-Nya. Karena kalau tidak demikian, cinta hanya akan menjadi bencana, baik di dunia maupun dalam kehidupan selanjutnya.

Cinta sejati model inilah yang dipraktekan dan dimiliki oleh Ibrahim dan Ismail. Keduanya sadar bahwa penempatan yang salah hanya akan menyengsarakan dan menuai penyesalan. Dalam al-Qur’an Allah berfirman: “Katakanlah: "jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNYA dan dari berjihad di jalan NYA, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS. At Taubah: 24). Oleh karena itu, tidak heran kiranya jika keduanya mendapat pujian langsung dari Allah dan kisahnya pun diabadikan dalam firmannya, al-Quran. Meminjam istilah Aluf Labini, “Cinta sejati tidak akan pupus oleh waktu, tidak akan lapuk oleh panasnya sinar mentari juga tidak akan terombang-ambing oleh kerasnya ombak dan badai kehidupan.”

Nilai Sebuah Pengorbanan

Kata orang, "Ungkapan cinta akan hampa tanpa makna saat ia hanya di bibir saja". Tanpa harus memperdebatkan validilitas ungkapan dan sumbernya, barangkali tidak salah jika kita meng-iyakan, mengingat kenyataan di lapangan bahwa “hampir” setiap orang dengan mudahnya berbicara ketulusan, kerinduan dan mengungkapkan kata-kata cinta di hadapan pujaan hatinya. Tapi apakah semua itu cukup membuktikan kebenaran isi hati dan perasaanya? Tidak. Cinta masih membutuhkan banyak hal, termasuk sebuah pengorbanan. Seperti Ibrahim AS., dia rela mengorbankan segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Ismail juga dengan ikhlas mau mengorbankan nyawanya. Subhanallah! Padahal, perintah penyembelihan hanya sebatas mimpi. Tidak lebih. Benar apa yang dikatakan orang, “ Andaikan cintamu tulus nan sejati pasti engkau akan taat kepada-Nya. Karena sang pecinta akan taat pada yang dicinta.”

Aktualisasi dalam Kehidupan

“Yā Bunayya”, hai anak ku. Begitulah Ibrahim menyapa Ismail, ungkapan lembut penuh kasih. Sebagai seorang ayah, dia telah mengajarkan keterbukaan, demokrasi, dari hati ke hati. Dia berhasil menanamkan sikap dewasa dalam jiwa Ismail, juga menumbuhkan butir-butir ketulusan cinta dalam hatinya sejak usia dini.

Konon, sebelum acara penyembelihan di laksanakan, dia berpesan:” Aku hanya meminta dalam melaksanakan perintah Allah itu, agar ayah mengikatku kuat-kuat supaya aku tidak banyak bergerak sehingga menyusahkan ayah, kedua agar menanggalkan pakaianku supaya tidak terkena darah yang akan menyebabkan berkurangnya pahalaku dan terharunya ibuku bila melihatnya, ketiga tajamkanlah parangmu dan percepatkanlah perlaksanaan penyembelihan agar menringankan penderitaan dan rasa pedihku, keempat dan yang terakhir sampaikanlah salamku kepada ibuku berikanlah kepadanya pakaian ku ini untuk menjadi penghiburnya dalam kesedihan dan tanda mata serta kenang-kenangan baginya dari putera tunggalnya." Lagi-lagi, subhanallah! Sungguh mengagumkan.

Kembali ke msa lalu memang tidak mungkin. Tapi tidak mustahil akan mencapai hal yang sama (atau paling tidak mendekati) jika menempuh jalan atau cara yang sama pula. Kaitannya masalah ini dengan kisah di atas adalah, kita memang tidak mungkin menghadirkan Ibrahim dan Ismail ke zaman kita sekarang begitupun sebaliknya. Tapi tidak menutup kemungkinan akan mendapat pujian yang sama dari Allah SWT.

Sebagai hamba, keduanya telah mengajari kita tentang cinta dan cara menempatkannya secara tepat dan benar, membedakan cinta kepada Allah SWT. dengan makhluk-Nya. Sekuat dan sebesar apa pun cinta kepada mkhluk tak pernah sedikit pun membuat terlena, buta, lupa, apalagi mengabaikan perintah-Nya. Mereka berhasil menghadirkan Tuhan dalam jiwa dan hati mereka.

(* Ditulis oleh: Miski M.

Hidup; Sebuah Refleksi *)

Pada suatu malam, yaitu sekitar pukul 23.39 WIB, aku dan keluargaku dikagetkan oleh suara yang mirip dengan suara tangis anak kecil. Semakin lama, semakin jelas di telingaku. Jujur, bulu romaku merinding mendengarmya dan kami pun berpikir yang bukan-bukan dibuatnya. Bla… bla…bla…. Pasalnya, tiga hari sebelum kejadian itu salah seorang putri tetanggaku dikabarkan meninggal dunia, apalagi setelah diperhatikan secara seksama suara tangisan tersebut memang bersumber dari arah di mana si anak di kuburkan.

Tapi, alhamdulillah, setelah diselidiki lebih jauh, eh ternyata suara itu hanyalah suara musang yang lagi sekarat, sebagaimana diamini oleh para tetanggaku yang kebetulan hadir ketika itu. Aku kembali lega. Tenang. Pikiran kotorku pun lenyap seketika. Akhirnya, aku dan keluargaku bisa tidur kembali seperti semula.

Dari kejadian ini aku mendapat pelajaran berharga sekaligus sedikit bisa membaca permainan hidup dan dapat mengetahui bagaimana aneka pandang manusia terhadap suatu hal. Selama ini diakui atau tidak, kita mudah percaya pada sesuatu yang sifatnya tidak pasti, kita terlalu sibuk mengurus hal-hal kecil dengan mengabaikan hal yang jauh lebih besar dan menjanjikan

Begitu juga, seringkali kita takut pada masalah yang sama sekali belum tentu terjadi, khawatir akan hal yang keberadaannya perlu dipertanyakan, dan cenderung terhanyut dan pasrah pada apa yang kita dengar, kita lihat, dan kita rasakan, tanpa peduli bahwa semuanya bisa saja menipu.

Ironisnya lagi, kita belum berani hidup tanpa orang lain. Dalam artian, kita berbuat dan bertindak semata-mata karena dirasa sesuai dengan suara mayoritas bukan lahir dari hati dan atas dasar kebenaran. Akibatnya, jika ini dibiarkan paling tidak hidup kita akan kacau, berantakan, dan berlalu tanpa makna yang pada gilirannya kita hanya akan menjadi “bulan-bulanan” atau bayang-bayang hidup yang semu.

Jadi, tidak berlebihan rasanya jika Socrates, seorang filosof Yunani dengan tegas menyatakan, “Hidup yang tidak direfleksikan, tidak layak diteruskan”. Lalu, apa hubungannya pengalamanku di atas dengan masalah refleksi hidup? Yang jelas, andaikan pada akhir kisah di atas tetap tidak diketahui bahwa suara tangisan itu sebenarnya adalah suara musang yang tengah sekarat, besar kemungkinan kita tidak bakal cuma berpikir yang “bukan-bukan” malah bakal berprasangka yang “tidak-tidak”.

Sekali lagi, hidup memang perlu direfleksikan agar kita tidak sekadar ikut-ikutan dan percaya begitu saja pada keadaan.

(* Ditulis oleh: Miski M.

Mencari Kebahagiaan

Manusia bahagia bila ia bisa membuka mata untuk menyadari bahwa ia memiliki banyak hal yang berarti. Manusia bisa bahagia bila ia mau membuka mata hati. Untuk menyadari, betapa ia dicintai.Manusia bisa bahagia, bila ia mau membuka diri. Agar orang lain bisa mencintainya dengan tulus. Manusia tidak bahagia karena tidak mau membuka hati, berusaha meraih yang tidak dapat diraih, memaksa untuk mendapatkan segala yang diinginkan, tidak mau menerima dan mensyukuri yang ada. Manusia buta karena egois dan hanya memikirkan diri, tidak sadar bahwa ia begitu dicintai, tidak sadar bahwa saat ini, apa yang ada adalah baik, selalu berusaha meraih lebih, dan tidak mau sadar karena serakah. Ada teman yang begitu mencintai, namun tidak diindahkan, karena memilih, menilai dan menghakimi sendiri. Memilih teman dan mencari-cari, padahal di depan mata ada teman yang sejati. Telah memiliki segala yang terbaik, namun serakah, ingin dirinya yang paling diperhatikan, paling disayang, selalu menjadi pusat perhatian, selalu dinomorsatukan. Padahal, semua manusia memiliki peranan, hebat dan nomor satu dalam satu hal, belum tentu dalam hal lain, dicintai oleh satu orang belum tentu oleh orang lain. Kebahagiaan bersumber dari dalam diri kita sendiri. Jikalau berharap dari orang lain, maka bersiaplah untuk ditinggalkan, bersiaplah untuk dikhianati. Kita akan bahagia bila kita bisa menerima diri apa adanya, mencintai dan menghargai diri sendiri,mau mencintai orang lain, dan mau menerima orang lain. Percayalah kepada Allah, dan bersyukurlah kepada-Nya, bahwa kita selalu diberikan yang terbaik sesuai usaha kita, tak perlu berkeras hati. Ia akan memberi kita di saat yang tepat apa yang kita butuhkan, meskipun bukan hari ini, masih ada esok hari. Berusaha dan bahagialah karena kita dicintai begitu banyak orang. http://van.9f.com/kebahagiaan.htm

Hukum Transaksi via Elektronik

12/04/2010
Berikut ini adalah salah satu keputusan bahtsul masil diniyah waqi'iyah pada muktamar ke-32 di Makassar, 23-28 Maret 2010. (red)

Kemajuan teknologi dan Informasi telah mengantarkan pada pola kehidupan umat manusia lebih mudah sehingga merubah pola sinteraksi antar anggota masyarakat. Pada era teknologi dan informasi ini, khususnya internet, seseorang dapat melakukan perubahan pola transaksi bisnis, baik berskala kecil mapun besar, yaitu perubahan dari paradigma bisnis konvensional menjadi paradigma bisnis elektronikal. Paradigma baru tersebut dikenal dengan istilaH Electronic Commerce, umumnya disingkat E-Commerce.


Kontrak elektronik adalah sebagai perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Maka jelas bahwa kontrak elektronikal tidak hanya dilakukan melalui internet semata, tetapi juga dapat dilakukan melalui medium faksimili, telegram, telex, internet, dan telepon. Kontrak elektronikal yang menggunakan media informasi dan komunikasi terkadang mengabaikan rukun jual-beli (ba’i), seperti shighat, ijab-qabul, dan syarat pembeli dan penjual yang harus cakap hukum. Bahkan dalam hal transaksi elektronikal ini belum diketahui tingkat keamanan proses transaksi, identifikasi pihak yang berkontrak, pembayaran dan ganti rugi akibat dari kerusakan. Bahkan akad nikah pun sekarang telah ada yang menggunakan fasilitas telepon atau Cybernet, seperti yang terjadi di Arab Saudi.

Pertanyaan:
1. Bagaimana hukum transaksi via elektronik, seperti media telepon, e-mail atau Cybernet dalam akad jual beli dan akad nikah?
2. Sahkah pelaksanaan akad jual-beli dan akad nikah yang berada di majlis terpisah?
3. Bagaimana hukum melakukan transaksi dengan cara pengiriman SMS dari calon pengantin pria berisi catatan pemberian kuasa hukum (wakalah) kepada seseorang yang hadir di majlis tersebut?

Jawaban:
1. Hukum akad jual beli melalui alat elektronik sah apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat memenuhi mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya.

Sedangkan hukum pelaksanaan akad nikah melalui alat elektronik tidak sah, karena: (a) kedua saksi tidak melihat dan mendengar secara langsung pelaksanaan akad; (b) saksi tidak hadir di majlis akad; (c) di dalam akad nikah disyaratkan lafal yang sharih (jelas) sedangkan akad melalui alat elektronik tergolong kinayah (samar).

2. Pelaksanaan akad jual-beli meskipun di majlis terpisah tetap sah, sedangkan pelaksanaan akad nikah pelaksanaan akad jual-beli dan akad nikah yang berada di majlis terpisah di majlis terpisah tidak sah.

3. Hukum melakukan akad/transaksi dengan cara pengiriman SMS dari calon pengantin pria berisi catatan wakalah (pemberian kuasa hukum) kepada seseorang yang hadir di majlis tersebut hukumnya sah dengan syarat aman dan sesuai dengan nafsul-amri (sesuai dengan kenyataan).

Pengambilan dalil dari:
1. Nihayatul Muhtaj, Juz 11, hal. 285 (dalam maktabah syamilah)
2. Al-Majmu’, Juz 9, hal. 288.
3. Hasyiyatul Bujairimi ‘alal Manhaj, Juz 11, hal. 476.
4. Hasyiyatul Bujairimi ‘alal Khatib, Juz 2, hal. 403.
5. I’anahtuth Thalibin, Juz 3, hal. 9. Dll.
http://www.nu.or.id/page.php

Kuis SMS Berhadiah

08/09/2008
Belakangan ini semakin marak kuis dengan fasilitas SMS (short message service atau layanan pesan singkat) atau telpon. Apalagi menjelang dan di saat-saat bulan Ramadhan, kuis SMS semakin tak terhitung jumlahnya. Bagaimanakah hukum kuis tersebut?

Hukum kuis berhadiah dengan fasilitas SMS atau telpon adalah haram dan termasuk kategori maisir (gambling/taruhan alias judi) sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an, apabila terpenuhi salah satu diantara beberapa hal sebagai berikut:

a. Para penebak membayar sejumlah dana dalam bentuk pulsa sebagai syarat untuk kemungkinan berhasil memperoleh keuntungan dengan resiko kerugian hilangnya dana yang telah dibayarkan.


b. Pihak penyelenggara memperoleh keuntungan yang bersumber dari pembayaran sejumlah dana oleh para penebak.

c. Keuntungan bagi pihak penyelenggara dan hadiah bagi sebagian penebak itu berkibat pada kerugian bagi para penebak lain dengan hilangnya dana yang telah dibayarkan.

Penjelasan di atas merupakan rangkuman dari penjelasan Syeikh Manshur ibn Yunus ibn Idris Al-Bahutiy di dalam Kasysyaf al-Qina' (Jilid VI, H.424), Syeikh Sulaiman ibn 'Umar ibn Muhammad al-Bujairimi di dalam Hasyiyah al-Bujairimi 'Ala al-Iqna' (Jilid 3, H. 348), Syeikh Muhammad 'Ali Ash-Shabuniy di dalam Rawai' al-Bayan Tafsir Ayat Al-Qur'an (Jilid I, H. 279), dan Syaikh Wahbah Az-Zuhailiy di dalam Al-Fiqh al-Islamiy Wa Adillatuh (Jilid VII, H.4981-4982).

Paparan jawaban dan penjelasan para ulama itu sebagaimana di atas merupakan kesimpulan dari penjabaran ulama' fiqh terhadap nash Al-Qur'an dan As-Sunnah. Allah SWT berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا .البقرة : ٢١٩

Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, sedangkan dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya. (QS Al-Baqarah: 219)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ .المائدة : ٩٠

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, judi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS Al-Maidah : 90)

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُـدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَـهُونَ. المائدة : ٩١

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (QS Al-Maidah: 91)

Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو: (أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَالْكُوبَةِ وَالْغُبَيْرَاءِ وَقَالَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ. رواه أبو داود

Dari Abdullah ibn 'Amr : "Sesungguhnya Nabi SAW. melarang khamar dan judi, serta gendang dan ketipung. Dan bersabdalah beliau: setiap yang memabukkan adalah haram. (HR Abu Daud)

Demikianlah. Kami menyarankan kita semua untuk mencari penghasilan dengan upaya yang wajar dan sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Jangan sampai kita tergoda dengan iming-iming hadiah yang di satu sisi menjebak kita pada hal-hal yang dilarang oleh syariat Islam, dan di sisi lain melambungkan angan-angan kita untuk mendapatkan penghasilan dengan tanpa bersusah payah dan bekerja.


KH Arwani Faishal
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU
http://www.nu.or.id/page.php